Wednesday, 24 August 2016

Politik Liberal

Proses berlakunya politik liberal diawali dengan penghapusan tanam paksa pada tahun 1865. Pemberlakuan politik liberal ditandai dengan adanya kebebasan usaha berupa penanaman modal swasta yang ditanamkan pada perusahaan perkebunan dan pertambangan. Dengan banyaknya modal swasta yang ditanamkan di perkebunan dan pertambangan berarti berlaku Politik Pintu Terbuka di Hindia Belanda, artinya pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam masa ini, kepemilikan kekayaan alam Indonesia bukan 100% oleh pemerintah Belanda, melainkan dimiliki oleh “enterpreneur-enterpreneur” dari banyak negara. Hal ini merupakan suatu bentuk sistem Neo-Liberal yang kita anut sekarang pada masa kolonial Belanda.

Sistem Pelaksanaannya :

  1. Penghapusan Sistem Tanam Paksa
  2. Memperluas Penanaman Modal Pengusaha Swasta Belanda
  3. Diberlakukan undang-undang baru pada tahun 1870 untuk menunjang usaha perkebunan, antara lain :
    UU Agraria(Agrarische Wet)
    Pernyataan Hak Tanah (Domein Verklaring)
    UU Gula (Suiker Wet)
  4. Mengubah status kepemilikan tanah dan tenaga kerja 
  5. Tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi). Tanah dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Jadi, ada kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
  6. Meluaskan peredaran uang
  7. Mulai dikenal sistem upah yang diperoleh bila mereka menyewakan tanah dan bekerja di perkebunan dan pabrik.
  8. Membangun sarana perhubungan
Perhubungan darat dan laut dikembangkan untuk memudahkan pengangkutan hasil perkebunan. Jalan raya, jalan kereta api, jembatan, pelabuhan, dan sarana lainnya dibangun untuk mempercepat pengangkutan dan perpindahan penduduk ke tempat lain.

Perkebunan-perkebunan milik Belanda yang dibangun :

  • Perkebunan tebu : Jawa Tengah dan Timur
  • Perkebunan tembakau : Surakarta, Yogyakarta, Deli,Sumatera Utara
  • Perkebunan teh : Jawa Barat, Sumatera Utara
  • Perkebunan kina : Jawa Barat
  • Perkebunan karet : Sumatera Utara, Jambi, Palembang
  • Perkebunan kelapa sawit : Sumatera Utara

Pertambangan milik Belanda yang dibangun :

  • Petambangan minyak : Plaju, Sungai Gerong (Sumatera Utara), Bunyu, Tarakan (Kalimantan Timur)
  • Pertambangan batu bara : Ombilin (Sumatera Barat)
  • Pertambangan timah : Bangka, Belitung, Singkep

Akibat : politik liberal belum berhasil mengangkat nasib rakyat. Contoh : kuli kontrak di Sumatera Timur masih dikungkung oleh Poenale Sanctie (yaitu hukuman berat, baik hukuman badan maupun penjara bagi setiap kuli yang melarikan diri). Mereka diawasi oleh mandor yang sangat kejam. Ketidakpuasan rakyat menyebabkan timbulnya kerusuhan di berbagai tempat, termasuk pembakaran,pencurian, dan pembunuhan.

Nama Anggota :
  • Ade Mila Almi A      (02)   
  • Agas Prayustisio A   (03)
  • Azzahra N N              (07)
  • Bulqissawa Bias L    (09)
  • Dea Novianingrum    (11)
  • Erlangga Bisma K     (13)
  • Zena Wahyu S           (30)

Tuesday, 23 August 2016

Politik Etis

Politik Etis bertolak belakang dengan politik pemerasan (drainage politiek) yang dilaksanakan pemerintah Belanda pada awal abad XIX dalam wujudnya yang mencolok, yaitu Tanam Paksa. Politik Etis bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan efisiensi dalam kegiatan pemerintahan.

Setelah kalangan liberal meraih kemenangan politik di Belanda, muncullah perhatian pada kemakmuran rakyat wilayah jajahan. Penganut politik liberal, seperti Van Deventer, mendesak pemerintah Belanda untuk meningkatkan kehidupan wilayah jajahan. Desakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rakyat daerah jajahan telah bekerja keras memberikan kemakmuran kepada Belanda. Oleh karena itu, Belanda wajib memberikan kemakmuran bagi rakyat di wilayah jajahan sebagai balas budi atas kerja keras mereka.

A. Pemikiran-Pemikiran Politik Etis

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.

Politik Etis didasarkan pada pemikiran-pemikiran yang pada dasarnya baik, karena sifatnya berperikemanusiaan. Pemikiran dalam Politik Etis bertumpu pada pendapat bahwa orang-orang kulit putih diwajibkan melaksanakan tugas suci (mission sacre), yaitu memajukan peradaban penduduk pribumi yang masih sangat rendah. Tugas ini diwujudkan dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, dan menyebarkan agama kristiani.

C. Th. Van Deventer mengemukakan pendiriannya dalam majalah De Gids (1899) dengan judul Hutang Kehormatan (een Ereschuld). Sebagai seorang tokoh etis, van Deventer tidak menyetujui pendirian kaum liberal yang hanya mau mencari keuntungan dan kekayaan diri sendiri. Kemakmuran yang diperoleh Belanda merupakan jasa orang-orang Hindia Belanda. Sebagai bangsa beradab, seharusnya bangsa Belanda merasa berutang budi. Menurut van Deventer, utang budi tersebut perlu dibayar melalui tiga cara, yaitu irigasi, edukasi, dan migrasi. Ketiga cara tersebut selanjutnya dikenal dengan Trilogi van Deventer.

Pendapat para pemikir etis mendapat tanggapan dari pemerintah Belanda yang menyatakan bahwa negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan ekonomi dari penduduk Indonesia. Hal ini berarti bahwa Belanda akan mengakui hak penduduk untuk ditingkatkan peradabannya.

B. Pelaksanaan Politik Etis

Politik Etis yang pada dasarnya baik karena berdasar perikemanusiaan ternyata pelaksanaannya jauh dari yang diharapkan. Kepentingan Belanda masih dominan dalam pelaksanaan Politik Etis. Usulan tentang Trilogi van Deventer dapat diterima oleh pemerintah Belanda. Akan tetapi, pelaksanaannya diselewengkan menjadi politik Asosiasi yang hanya menguntungkan pemerintah Belanda. Hal-hal berikut ini merupakan penyimpangan dalam pelaksanaan Politik Etis.

1. Edukasi (pendidikan), dilaksanakan hanya untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja terdidik bagi Belanda yang bersedia diberi upah rendah.
2. Irigasi (pengairan), dilaksanakan hanya untuk mengairi sawah-sawah yang disewa oleh pengusaha-pengusaha Belanda.
3. Migrasi (perpindahan penduduk), dilaksanakan hanya untuk memenuhi tenaga kerja yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan Belanda di luar Pulau Jawa.

Dengan demikian, meskipun Belanda telah melaksanakan Trilogi van Deventer, namun belum dapat mengubah nasib bangsa Indonesia. Politik Etis lebih menguntungkan Belanda dibandingkan Indonesia. Namun, dalam bidang pendidikan, bangsa Indonesia telah memperoleh kemajuan. Bangsa Indonesia diperbolehkan belajar di sekolah-sekolah model Barat, bahkan hingga ke perguruan tinggi, meskipun ketentuan ini hanya berlaku bagi golongan tertentu. Namun, kesempatan yang hanya sedikit ini telah melahirkan golongan intelektual.

C. Dampak Politik Etis

Politik etis sangat berpengaruh dalam bidang pengajaran dan pendidikan yaitu dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah satu orang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam hal ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang merupakan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan dari tahun 1900 sampai dengan 1905.Sejak tahun 1900 mulai berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Terjadi pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

Mulai banyak berdiri organisasi pergerakan nasional sebagai suatu dampak dari berkembangnya mental dan pemikiran bangsa Indonesia sebagai salah satu hasil dari kemajuan pendidikan nasional yang dialami oleh para penduduk pribumi khususnya.

D. Kegagalan Politik Etis
  • Politik Etis yang dilaksanakan pada tahun 1900-1914, mulai menunjukkan kegagalan. Hal ini disebabkan faktor-faktor berikut ini.
  • Terjadinya pandangan-pandangan yang berbeda di kalangan Belanda, sehingga para pelaksana Politik Etis, seperti para gubernur jenderal mulai ragu-ragu dan tidka berani secara tegas dalam menjalankan politik kolonialnya atas Indonesia.
  • Timbulnya kaum cerdik pandai Indonesia yang menjadi motor pergerakan nasional Indonesia yang berhasil mempersatukan bangsa Indonesia sebagai satu kekuatan nasional untuk memperoleh kemerdekaan.
  • Timbulnya pergerakan nasional Indonesia sebagai wadah perjuangan dalam lingkup Indonesia sebagai kesatuan dan dengan cara-cara modern dalam berorganisasi. Jadi, tidak lagi bersifat kedaerahan dan hanya bergantung pada karisma seorang pemimpin.
  • Timbulnya Perang Dunia I, yang banyak mengubah kebijakan dunia, khususnya mengenai hubungan negara penjajah dan negara terjajah. Akibatnya, Belanda terpaksa mendirikan Dewan Rakyat (Volksraad).
  • Tidak semua usaha Belanda berhasil dalam melaksanakan Politik Etis. Misalnya, makin kuat mengalirnya penduduk dari luar Jawa ke Jawa guna memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, bertentangan dengan emigrasi yang sedang dilakukan pemerintah Belanda. Akibatnya, muncul kegelisahan sosial yang meletus dalam wujud pemberontakan petani yang terjadi di Jambi, Cimareme, dan Toli-toli.
Oleh :
Abraham G P (01)
Anindita F A (06)
Chandraka R K(10)
Irish Vania S G (18)
Rizky Murdiana(23)
Widyasari P (29)

Tuesday, 16 August 2016

Hak-Hak Istimewa VOC

VOC merupakan singkatan dari verenigde oost indische compagnie, yang merupakan kongsi dagang kerajaan Belanda untuk melakukan perdagangan rempah-rempah. VOC mendapatkan hak-hak istimewa dari kerajaan Belanda, yang disebut hak ocktrooi. Kerajaan Belanda benar-benar memberikan kuasa penuh kepada VOC untuk menjalankan misi dagangnya. Berikut merupakan hak-hak istimewa VOC, diantaranya:

1.Hak monopoli perdangangan
2.Mencetak dan mengedarkan uang
3.Mengangkat dan memberhentikan pegawai
4.Mengadakan perjanjian dengan raja-raja
5.Memiliki tentara
6.Mendirikan benteng
7.Menyatakan perang dan damai
8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa setempat

Penjelasan:

1. hak untuk melakukan monopoli; monopoli adalah sebuah praktik perdagangan yang bertujuan untuk menguasai sumber-sumber perdagangan, dalam hal ini adalah rempah-rempah. Mereka mewajibkan rakyat untuk menjual dan menyerahkan rempah-rempah hanya kepada VOC. Mereka tidak segan-segan untuk menindak dan menghukum rakyat yang terbukti membangkang

2. mencetak dan mengedarkan mata uang; dengan hak istimewa ini mereka tidak perlu menggunakan mata uang dari negara asal yaitu gulden dari Belanda, dengan menggunakan mata uang sendiri mereka leluasa mengontrol perdagangan dan harga rempah-rempah

3. mengangkat dan memberhentikan pegawai; VOC memiliki hak untuk mengangkat pegawai sesuai dengan anggaran yang tersedia, (dalam perkembangannya ternyata menjadi bumerang bagi VOC, sebagai banyaknya pegawai justru menyebabkan VOC bangkrut, diperparah dengan korupsi)

4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja; dengan hak ini maka VOC mampu menaklukkan penguasai pribumi dan menjadikan mereka bawahan dari VOC

5.Memiliki tentara

6.Mendirikan benteng

7.Menyatakan perang dan damai

8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa setempat

Monday, 15 August 2016

Latar Belakang Berdirinya VOC




Orang Belanda yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Cornelis de Houtman pada tahun 1596, tepatnya ke daerah Banten. Dari Banten, Cornelis melanjutkan perjalanannnya ke tiap pusat rempah-rempah di Maluku. Ia kembali ke negerinya membawa banyak rempah-rempah. Sejak saat itu para bangsawan Belanda banyak berdatangan ke Indonesia. Setelah Cornellis de Houtman sampai di Banten tahun 1596 maka pada tahun 1598 Compagnie Van Verre di Belanda memberangkatkan 8 kapal di bawah pimpinan Van Nock dan Warwijk yang membutuhkan waktu 7 bulan sampai di Banten keberhasilan pelayaran tersebut mendorong keinginan berbagai perusahaan di Belanda untuk memberangkatkan kapalnya ke Indonesia ada 14 perusahaan yang telah memberangkatkan 62 kapal. Sementara itu Portugis berusaha keras untuk menghancurkan mereka.

Keberhasilan ekspedisi van Neck dan van Warwyck pada tahun 1600 membuka jalan bagi mengalir derasnya rempah-rempah ke Belanda pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan tidak menunggu lama, dalam 2 tahun Belanda menjadi kaya dengan rempah-rempah. Harga jualnya di Belanda dinaikkan sampai berkali-kali lipat. Tergiur keuntungan yang sangat besar, berbagai kongsi dagang Belanda mulai berbondong-bondong ke Indonesia.

Akan tetapi, banyaknya rempah-rempah menimbulkan dampak yang tidak diperkirakan sebelumnya. Karena tingkat penawaran (supplay) melebihi permintaan (demand) maka harga rempah-rempah jatuh. Akibatnya para pedagang merugi. Kenyataan ini diperparah oleh kenyataan bahwa kongs-kongsi dagang itu besaing dan bahkan berkonflik satu sama lain. Melihat situasi ini maka, banyak kalangan di Belanda mendesak segera dibentuk sebuah organisasi dagang yang resmi, yang berfungsi mengolah tata niaga rempah-rempah secara efektif dan efisien. Sehingga tahun 1602, pemerintah Belanda yang disebut staten generaal membentuk serikat dagang untuk India dan wilayah timur yang disebut dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie ( VOC ). Di Indonesia serikat dagang ini lebih dikenal dengan sebutan kompeni. Pemegang sahamnya adalah pedagang-pedagang besar Belanda.

Sebagai sebuah perkumpulan dagang, VOC dapat dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia. Selain didukung organisasi yang terstruktur dengan baik, VOC juga merupakan perkumpulan dagang pertama yang melakukan sistem pembagian keuntungan (deviden) bagi para pemegang sahamnya.

Adapun tujuan dari dibentuknya VOC adalah:

1. Menghindari terjadinya persaingan yang tidak sehat antara pedagang-pedagang (kongsi-kongsi dagang Belanda).

2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti serikat dagang East India Company dari Inggris.

3. Memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.

4. Membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang melawan pendudukan Spanyol.

KELOMPOK  :

· Angga Budhi K (05)
· Dea Novianingrum (11)
· Enggar Puspitarini (12)
· Rizky Murdiana (23)
· Sekar Milagusta (25)
· Shofin Iffat N (26)
· Zena Wahyu S (30)