Monday 26 September 2016

Perlawanan Aceh

Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1904. Perang Aceh memiliki dua sifat perlawanan yaitu Nasionalisme dan Keagamaan.

Sebab Umum
  1. Belanda ingin menguasai Aceh
  2. Letak Aceh sangat strategis yaitu di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran internasional
  3. Pelayaran Belanda di Selat Malaka sering diganggu oleh pelaut Aceh
  4. Traktat Sumatera yang ditandatangani oleh Inggris dan Belanda pada tahun 1871 memberi peluang Belanda untuk menyerang Aceh
  5. Belanda mencurigai Aceh yang menjalin hubungan diplomatik dengan Turki, AmerikaSerikat, Italia, dan Singapura.
Sebab Khusus

Pada tanggal 22 Maret 1873, Belanda menuntut agar Aceh mengakui kedaulatan pemerintah kolonial Belanda. Namun tuntutan itu ditolak oleh Aceh. Kemudian 4 hari setelah penolakan itu, pemerintah kolonial mengumumkan perang kepada Aceh. Peristiwa itu menandai mulainya Perang Aceh.

Fase Perang Aceh

Masa Permulaan

Belanda menyerang Kotaraja sekarang bernama Banda Aceh dan menduduki wilayah di sekitarnya yang menyebabkan menyingkirnya Sultan Aceh ke wilayah pedalaman. Belanda yang tidak memperoleh jawaban apakah tunduk atau tidaknya rakyat Aceh kepada Belanda Kemudian menyatakan perang terhadap Aceh pada tanggal 26 Maret 1873. Serangan Belanda yang ditujukan kepada Aceh yaitu sebagai berikut:

  1. Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, di mana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873.
  2. Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten dengan kekuatan 7000 orang. Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Perang yang tidak kunjung selesai karena system senjata teknik yaitu menggunakan perlawanan fisik atau dengan senjata diganti dengan sistem senjata sosial yang lebih efektif dengan cara mengadakan perjanjian pendek kepada raja-raja dan perdana menteri.

Masa Konsentrasi Stelsel

Belanda hanya dapat bertahan di daerah daerah yang telah dikuasai dikarenakan minimnya biaya perang yang dimiliki dan untuk mempertahankan daerah yang dikuasai, Belanda membentuk permerintahan sipil dengan membuat pos pos yang dihubungkan dengan kendaraan. Tanah terbuka diluar wilayah dibiarkan kosong untuk memudahkan dalam mengetahui penyerang.

Sementara dari pihak Aceh, Teuku Umar berpura pura menyerah kepada Belanda dan berhasil memperoleh 800 senjata dan uang $18.000.

Belanda mendatangkan seorang ahli agama islam bernama Dr. Snouck Hurgronje untuk dimintai nasihat dalam menyelesaikan perang Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.

Masa Akhir Perang

Belanda berkeinginan untuk segera menyelesaikan perang dengan menggunakan nasehat Dr. Snouck Hurgronje.

Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah. Di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1903. Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.

Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.

Dengan Kalahnya Aceh, Belanda mengeluarkan Plakat Pendek yang berisi :
  1. Pengakuan kedaulatan Belanda atas daerahnya
  2. Berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan negara asing
  3. Patuh kepada Pemerintahan Belanda
Kelompok :

Agas Prayustisio Aji    (03)
Angga Budhi K            (05)
Bima Aji K                   (08)
Chandraka Rahsa K   (10)
Muhammad Ezar A    (19)