Wednesday 24 August 2016

Politik Pintu Terbuka

A. Latar Belakang.

Politik pintu terbuka (Open Door Policy) mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1870. Ini merupakan salah satu politik yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.

Pada periode antara tahun 1870 – 1900 merupakan masa liberaliswme, dimana pada masa itu, pemerintahan Hindia Belanda dipegang oleh kaum liberal yang kebanyakan terdiri dari pengusaha swasta yang mendapat kesempatan untuk menanamkan modalnya di Indonesia dengan cara besar-besaran.

Mereka pun mengusahakan perkebunan besar seperti perkebunan kopi, teh, tebu, kina, kelapa, cokelat, tembakau, kelapa sawit, dan sebagainya. Mereka juga mendirikan pabrik, seperti pabrik gula, pabrik cokelat, teh, rokok, dan lain-lain. Oleh karena itu, pelaksanaan politik Pintu Terbuka ditandai dengan keluarnya undang-undang agraria pada tahun 1870 dan undang-undang gula.

  1. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.
  2. Berkembangnya paham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri sehingga sistem tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
  3. Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
  4. Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat mananamkan modalnya di Indonesia.

B. Pengertian Politik Pintu Terbuka

Politik pintu tebuka adalah pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia, dimana golongan liberal Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja.

Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat pertentangan dari golongan liberalis dan humanitaris. Kaum liberal dan kapital memperoleh kemenangan di parlemen.

C. Isi Undang-undang Agraria Tahun 1870

  1. Pasal 1 : Gubernur jenderal tidak boleh menjual Tanah.
  2. Pasal 2 : Gubernur jenderal boleh menyewakan tanah menurut peraturan undang- undang.
  3. Pasal 3 : Dengan peraturan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak erfpacht, yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa tanah dari gubernermen paling lama 75 tahun, dan seterusnya.
Jadi, undang-undang Agraria pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik penduduk Indonesia adalah milik pemerintah Hindia Belanda. Maka pemerintah Hindia Belanda memberi mereka kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk dalam jangka waktu yang panjang.

D. Tujuan Penetapan Undang-undang Agraria
  1. Melindungi petani-petani di tanah jajahan agar terjaga hak-hak miliknya atas tanah terhadap usaha penguasaan oleh orang-orang asing.
  2. Memberikan peluang kepada para penguasa asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
Jika dibaca sepintas, kelihatannya undang-undang Agraria ini nampak menjanjikan sekaligus memberikan harapan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Namun sebenarnya pada kenyataannya tidak seperti itu. Hal yang sebenarnya adalah bahwa undang-undang Agraria tersebut bukanlah milik rakyat Indonesia, melainkan milik pemerintah Hindia Belanda.

Atau dengan kata lain, undang-undang tersebut dibuat hanya demi semata-mata keuntungan bagi pemerintah Hindia Belanda saja. Rakyat tetap menderita karena yang menikmati keuntungan adalah penguasa. Dalam hal ini, undang-undang Agraria juga mengatur tentang pembagian golongan tanah, yaitu:
  1. Golongan tanah milik negara, yaitu tanah yang secara tidak langsung menjadi hak milik pribumi, seperti hutan-hutan dan tanah yang berada di luar milik desa dan penduduknya.
  2. Golongan tanah milik pribumi, yaitu semua sawah, ladang, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, tanah milik pemerintah dapat disewa oleh kaum penguasa selama 75 tahun, sedangkan tanah milik penduduk dapat disewa selama 5 tahun dan ada pula yang dapat disewakan selama 30 tahun. Sewa-menyewa antara pemilik dilaksanakan berdasarkan perjanjian sewa-menyewa (kontrak) dan harus didaftarkan kepada pemerintah.

E. Undang-Undang Gula (Suiker Wet)

Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870.

Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula.

Isi dari UU Gula ini yaitu:
  1. Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
  2. Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan.

Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul.
  1. Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
  2. Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
  3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
  4. Perkebunan karet di Sumatra Timur.
  5. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
  6. Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra Utara.
F. Berikut ini beberapa dampak positif dan negatif dari diterapkannya politik Pintu Terbuka:

Dampak Positif
  1. Sistem tanam paksa dihapuskan.
  2. Modal swasta asing mulai masuk dan ditanam di Indonesia.
  3. Rakyat Indonesia di pedesaan mulai mengenal arti pentingnya uang.
  4. Hindia Belanda (Indonesia) menjadi negara produsen hasil-hasil perkebunan yang penting.
  5. Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung dan memperlancar ekspor hasil-hasil perkebunan dari Indonesia.
Dampak Negatif
  1. Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk, dimana pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 untuk setiap keluarga dalam 1 tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Oleh karena itu, penduduk hidup dalam kemiskinan.
  2. Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula yang berakibat buruk bagi penduduk.
  3. Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
  4. Menurunnya usaha kerajinan rakyat Indonesia karena kalah bersaing dengan banyaknya barang-barang impor dari Eropa.
  5. Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
  6. Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenate Sanctie.
  7. Terjadi perubahan kepemilikan tanah dan tenaga kerja
  8. Penduduk semakin bertambah, sedangkan lahan pertanian semakin berkurang karena disewa untuk perkebunan. Akibatnya timbul kelaparan dimana-mana.
Disusun Oleh :

1. Angga Budhi K
2.Hartiwi
3.Hanijaya I P
4.Zulifa Khoirul U
5.Taufiq Ramadhan
6.None Akhsa

Cultuur Stelsel

Cultuur Stelsel





Pemerintah Belanda terus mencari cara bagaimana untuk mengatasi problem ekonomi. Berbagai pendapat dilontarkan oleh para tokoh dan pemimpin. Salah satunya pada tahun 1829, seorang bernama Johannes Van den Bosch mengajukan pada raja Belanda usulan yang berkaitan dengan cara melaksanakan politik kolonial Belanda di Hindia, Konsep itu dikenal dengan nama Cultuur Stelsel.

Johannes Van den Bosch


Cultuur Stelsel atau yang lebih dikenal dengan tanam paksa didasarkan atas hukum adat yang menyatakan bahwa “barang siapa berkuasa di suatu daerah ia memiliki tanah dan penduduknya”, sebelum kedatangan belanda, raja raja di Nusantara berkuasa atas kepemilikan tanah dan penduduk. ketika para raja tersebut takluk kepada Belanda, pemerintah Belanda menganggap dirinya sebagai pengganti raja tersebut. oleh karena itu, penduduk harus menyerahkan sebagian hasil tanaman kepada pemerintah Belanda.


A. Latar Belakang Sistem Tanam Paksa


Hal yang mendorong Van den Bosch menerapkan kebijakan Sistem Tanam Paksa adalah :

1. Belanda kehilangan banyak biaya perang akibat keterlibatannya dalam berbagai peperangan semasa kejayaan Napoleon.
2. Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan berpisahnya Belgia dari Belanda pada 1830.
3. Terjadinya Perang Diponegoro (1825-1830) yang menelan biaya besar (sekitar 20.000.000 Golden).
4. Kosongnya kas Belanda dan hutang besar yang ditanggung Belanda.
5. Pemasukan Belanda dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Kegagalan dalam usaha mempraktekkan system liberal.


Penangkapan Diponegoro yang menandai berakhirnya Perang Diponegoro


B. Aturan-Aturan Tanam Paksa

1. Rakyat diwajibkan menyediakan 1/5 dari lahan garapan miliknya untuk ditanami tanaman wajib (tanaman yang berkualitas ekspor).
2. Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari pajak tanah.
3. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah colonial, dan setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayar akan dibayarkan kembali pada rakyat.
4. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk penggarapan tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
5. Mereka yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari pertahun di lahan milik pemerintah Belanda.
6. Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tangung jawab pemerintah, selain itu menjadi tanggung jawab rakyat.
7. Penggarapan tanaman wajib dibawah pengawasan langsung dari penguasa pribumi, pegawai Belanda mengawasi secara umum jalannya penggarapan dan pengangkutan.

Rakyat dipaksa bekerja di perkebunan milik pemerintah
dengan diawasi Pegawai Belanda

C. Pelaksanaan Cultuur Stelsel

Pada dasarnya dalam pelaksanaan sistem tanam paksa banyak sekali penyimpangan yang terjadi, aturan-aturan tanam paksa tidak diterapkan sebagaimana mestinya, yakni :

1. Rakyat lebih mencurahkan tenaga dan waktu untuk tanaman ekspor, sehingga tidak sempat mengerjakan sawah dan lading yang berakibat berkurangnya pangan bagi rakyat.
2. Rakyat yang tidak memiliki lahan harus bekerja melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
3. Jatah tanah tanaman kualitas ekspor melebihi 1/5 tanah garapan, dan harus berada ditanah subur, akibatnya tanaman padi untuk pangan rakyat ditanam di lahan yang kurang subur sehingga hasil panen tidak maksimal.
4. Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib tetap dikenai pajak.
5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayar tidak dibayarkan kembali pada rakyat.
6. Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab rakyat.

Yang jelas pelaksanaan Tanam Paksa tidak sesuai dengan peraturan yang tertulis. Hal ini telah mendorong terjadinya tindak korupsi dari para pegawai dan pejabat yang terkait pelaksanaan Cultuur Stelsel. Tanam Paksa telah membawa penderitaan pada rakyat. Banyak pekerja yang jatuh sakit. Mereka dipaksa focus bekerja untuk Tanam Paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarga tidak terurus. Bahkan kemudian timbul bahaya kelaparan dan kematian di berbagai daerah. Misalnya di Cirebon (1843-1844) di Demak (1849) dan Grobogan pada 1850.



Pelaksanaan peraturan yang demikian menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, antara lain :

1. Rakyat Indonesia
2. Kaum Pengusaha (Kapitalis)
3. Kaum Humanis Belanda seperti Baron van Hoevel dan E. Douwes Dekker


E. Douwes Dekker (Multatuli) dan Bukunya yang berjudul Max Havelaar


Kaum Liberal menuntut pelaksanaan tanam paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya 2 buah buku pada 1860 yaitu buku Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samara Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-Kontrak Gula) tulisan Frans van de Pute. Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan tanam paksa dan penolakannya sudah menjadi pendapat umum. Oleh karena itu, secara berangsur-angsur mulai dihapus dan mulai diterapkan sistem politik ekonomi liberal.


D. Akibat dari Pelaksanaan Tanam Paksa

Tanam Paksa membawa dampak positif dan negative baik untuk Indonesia maupun Belanda. Dampak tersebut adalah :

1. Bagi Indonesia
a. Memunculkan kemiskinan, kesengsaraan, dan kelaparan.
b. Hasil produksi padi merosot
c. Dikenal berbagai jenis tanaman perkebunan
d. Rakyat Indonesia mengenal cara bercocok tanam secara modern
e. Dibangunnya berbagai saluran irigasi
f. Dibangunnya jaringan rel kereta api

Peta Jalur Kereta Api Masa Kolonial Belanda



2. Bagi Belanda

a. Kas negara Belanda yang kosong terisi penuh.
b. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
c. Pabrik-pabrik Belanda kembali dapat beroperasi.
d. Kota Amsterdam dijadikan tempat pemasaran hasil tanaman dari daerah tropis.
e. Pelayaran dan perdagangan mengalami peningkatan.

Maaf tulisan ini masih belum sempurna, karena Kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

SEKIAN SEMOGA BERMANFAAT


Penyusun :


1. Bima Aji K (08)


2. Enggar Puspitarini (12)


3. Intan Salfa Z (17)


4. Muhammad Ezar A (19)


5. Nastiti Ajeng P (20)


6. Pertiwi Oktavia S (22)


7. Widya Wati (28)






Uploader : Bima Aji K

Politik Liberal

Proses berlakunya politik liberal diawali dengan penghapusan tanam paksa pada tahun 1865. Pemberlakuan politik liberal ditandai dengan adanya kebebasan usaha berupa penanaman modal swasta yang ditanamkan pada perusahaan perkebunan dan pertambangan. Dengan banyaknya modal swasta yang ditanamkan di perkebunan dan pertambangan berarti berlaku Politik Pintu Terbuka di Hindia Belanda, artinya pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam masa ini, kepemilikan kekayaan alam Indonesia bukan 100% oleh pemerintah Belanda, melainkan dimiliki oleh “enterpreneur-enterpreneur” dari banyak negara. Hal ini merupakan suatu bentuk sistem Neo-Liberal yang kita anut sekarang pada masa kolonial Belanda.

Sistem Pelaksanaannya :

  1. Penghapusan Sistem Tanam Paksa
  2. Memperluas Penanaman Modal Pengusaha Swasta Belanda
  3. Diberlakukan undang-undang baru pada tahun 1870 untuk menunjang usaha perkebunan, antara lain :
    UU Agraria(Agrarische Wet)
    Pernyataan Hak Tanah (Domein Verklaring)
    UU Gula (Suiker Wet)
  4. Mengubah status kepemilikan tanah dan tenaga kerja 
  5. Tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi). Tanah dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Jadi, ada kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
  6. Meluaskan peredaran uang
  7. Mulai dikenal sistem upah yang diperoleh bila mereka menyewakan tanah dan bekerja di perkebunan dan pabrik.
  8. Membangun sarana perhubungan
Perhubungan darat dan laut dikembangkan untuk memudahkan pengangkutan hasil perkebunan. Jalan raya, jalan kereta api, jembatan, pelabuhan, dan sarana lainnya dibangun untuk mempercepat pengangkutan dan perpindahan penduduk ke tempat lain.

Perkebunan-perkebunan milik Belanda yang dibangun :

  • Perkebunan tebu : Jawa Tengah dan Timur
  • Perkebunan tembakau : Surakarta, Yogyakarta, Deli,Sumatera Utara
  • Perkebunan teh : Jawa Barat, Sumatera Utara
  • Perkebunan kina : Jawa Barat
  • Perkebunan karet : Sumatera Utara, Jambi, Palembang
  • Perkebunan kelapa sawit : Sumatera Utara

Pertambangan milik Belanda yang dibangun :

  • Petambangan minyak : Plaju, Sungai Gerong (Sumatera Utara), Bunyu, Tarakan (Kalimantan Timur)
  • Pertambangan batu bara : Ombilin (Sumatera Barat)
  • Pertambangan timah : Bangka, Belitung, Singkep

Akibat : politik liberal belum berhasil mengangkat nasib rakyat. Contoh : kuli kontrak di Sumatera Timur masih dikungkung oleh Poenale Sanctie (yaitu hukuman berat, baik hukuman badan maupun penjara bagi setiap kuli yang melarikan diri). Mereka diawasi oleh mandor yang sangat kejam. Ketidakpuasan rakyat menyebabkan timbulnya kerusuhan di berbagai tempat, termasuk pembakaran,pencurian, dan pembunuhan.

Nama Anggota :
  • Ade Mila Almi A      (02)   
  • Agas Prayustisio A   (03)
  • Azzahra N N              (07)
  • Bulqissawa Bias L    (09)
  • Dea Novianingrum    (11)
  • Erlangga Bisma K     (13)
  • Zena Wahyu S           (30)

Tuesday 23 August 2016

Politik Etis

Politik Etis bertolak belakang dengan politik pemerasan (drainage politiek) yang dilaksanakan pemerintah Belanda pada awal abad XIX dalam wujudnya yang mencolok, yaitu Tanam Paksa. Politik Etis bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan efisiensi dalam kegiatan pemerintahan.

Setelah kalangan liberal meraih kemenangan politik di Belanda, muncullah perhatian pada kemakmuran rakyat wilayah jajahan. Penganut politik liberal, seperti Van Deventer, mendesak pemerintah Belanda untuk meningkatkan kehidupan wilayah jajahan. Desakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rakyat daerah jajahan telah bekerja keras memberikan kemakmuran kepada Belanda. Oleh karena itu, Belanda wajib memberikan kemakmuran bagi rakyat di wilayah jajahan sebagai balas budi atas kerja keras mereka.

A. Pemikiran-Pemikiran Politik Etis

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.

Politik Etis didasarkan pada pemikiran-pemikiran yang pada dasarnya baik, karena sifatnya berperikemanusiaan. Pemikiran dalam Politik Etis bertumpu pada pendapat bahwa orang-orang kulit putih diwajibkan melaksanakan tugas suci (mission sacre), yaitu memajukan peradaban penduduk pribumi yang masih sangat rendah. Tugas ini diwujudkan dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, dan menyebarkan agama kristiani.

C. Th. Van Deventer mengemukakan pendiriannya dalam majalah De Gids (1899) dengan judul Hutang Kehormatan (een Ereschuld). Sebagai seorang tokoh etis, van Deventer tidak menyetujui pendirian kaum liberal yang hanya mau mencari keuntungan dan kekayaan diri sendiri. Kemakmuran yang diperoleh Belanda merupakan jasa orang-orang Hindia Belanda. Sebagai bangsa beradab, seharusnya bangsa Belanda merasa berutang budi. Menurut van Deventer, utang budi tersebut perlu dibayar melalui tiga cara, yaitu irigasi, edukasi, dan migrasi. Ketiga cara tersebut selanjutnya dikenal dengan Trilogi van Deventer.

Pendapat para pemikir etis mendapat tanggapan dari pemerintah Belanda yang menyatakan bahwa negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan ekonomi dari penduduk Indonesia. Hal ini berarti bahwa Belanda akan mengakui hak penduduk untuk ditingkatkan peradabannya.

B. Pelaksanaan Politik Etis

Politik Etis yang pada dasarnya baik karena berdasar perikemanusiaan ternyata pelaksanaannya jauh dari yang diharapkan. Kepentingan Belanda masih dominan dalam pelaksanaan Politik Etis. Usulan tentang Trilogi van Deventer dapat diterima oleh pemerintah Belanda. Akan tetapi, pelaksanaannya diselewengkan menjadi politik Asosiasi yang hanya menguntungkan pemerintah Belanda. Hal-hal berikut ini merupakan penyimpangan dalam pelaksanaan Politik Etis.

1. Edukasi (pendidikan), dilaksanakan hanya untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja terdidik bagi Belanda yang bersedia diberi upah rendah.
2. Irigasi (pengairan), dilaksanakan hanya untuk mengairi sawah-sawah yang disewa oleh pengusaha-pengusaha Belanda.
3. Migrasi (perpindahan penduduk), dilaksanakan hanya untuk memenuhi tenaga kerja yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan Belanda di luar Pulau Jawa.

Dengan demikian, meskipun Belanda telah melaksanakan Trilogi van Deventer, namun belum dapat mengubah nasib bangsa Indonesia. Politik Etis lebih menguntungkan Belanda dibandingkan Indonesia. Namun, dalam bidang pendidikan, bangsa Indonesia telah memperoleh kemajuan. Bangsa Indonesia diperbolehkan belajar di sekolah-sekolah model Barat, bahkan hingga ke perguruan tinggi, meskipun ketentuan ini hanya berlaku bagi golongan tertentu. Namun, kesempatan yang hanya sedikit ini telah melahirkan golongan intelektual.

C. Dampak Politik Etis

Politik etis sangat berpengaruh dalam bidang pengajaran dan pendidikan yaitu dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah satu orang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam hal ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang merupakan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan dari tahun 1900 sampai dengan 1905.Sejak tahun 1900 mulai berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Terjadi pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

Mulai banyak berdiri organisasi pergerakan nasional sebagai suatu dampak dari berkembangnya mental dan pemikiran bangsa Indonesia sebagai salah satu hasil dari kemajuan pendidikan nasional yang dialami oleh para penduduk pribumi khususnya.

D. Kegagalan Politik Etis
  • Politik Etis yang dilaksanakan pada tahun 1900-1914, mulai menunjukkan kegagalan. Hal ini disebabkan faktor-faktor berikut ini.
  • Terjadinya pandangan-pandangan yang berbeda di kalangan Belanda, sehingga para pelaksana Politik Etis, seperti para gubernur jenderal mulai ragu-ragu dan tidka berani secara tegas dalam menjalankan politik kolonialnya atas Indonesia.
  • Timbulnya kaum cerdik pandai Indonesia yang menjadi motor pergerakan nasional Indonesia yang berhasil mempersatukan bangsa Indonesia sebagai satu kekuatan nasional untuk memperoleh kemerdekaan.
  • Timbulnya pergerakan nasional Indonesia sebagai wadah perjuangan dalam lingkup Indonesia sebagai kesatuan dan dengan cara-cara modern dalam berorganisasi. Jadi, tidak lagi bersifat kedaerahan dan hanya bergantung pada karisma seorang pemimpin.
  • Timbulnya Perang Dunia I, yang banyak mengubah kebijakan dunia, khususnya mengenai hubungan negara penjajah dan negara terjajah. Akibatnya, Belanda terpaksa mendirikan Dewan Rakyat (Volksraad).
  • Tidak semua usaha Belanda berhasil dalam melaksanakan Politik Etis. Misalnya, makin kuat mengalirnya penduduk dari luar Jawa ke Jawa guna memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, bertentangan dengan emigrasi yang sedang dilakukan pemerintah Belanda. Akibatnya, muncul kegelisahan sosial yang meletus dalam wujud pemberontakan petani yang terjadi di Jambi, Cimareme, dan Toli-toli.
Oleh :
Abraham G P (01)
Anindita F A (06)
Chandraka R K(10)
Irish Vania S G (18)
Rizky Murdiana(23)
Widyasari P (29)

Tuesday 16 August 2016

Hak-Hak Istimewa VOC

VOC merupakan singkatan dari verenigde oost indische compagnie, yang merupakan kongsi dagang kerajaan Belanda untuk melakukan perdagangan rempah-rempah. VOC mendapatkan hak-hak istimewa dari kerajaan Belanda, yang disebut hak ocktrooi. Kerajaan Belanda benar-benar memberikan kuasa penuh kepada VOC untuk menjalankan misi dagangnya. Berikut merupakan hak-hak istimewa VOC, diantaranya:

1.Hak monopoli perdangangan
2.Mencetak dan mengedarkan uang
3.Mengangkat dan memberhentikan pegawai
4.Mengadakan perjanjian dengan raja-raja
5.Memiliki tentara
6.Mendirikan benteng
7.Menyatakan perang dan damai
8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa setempat

Penjelasan:

1. hak untuk melakukan monopoli; monopoli adalah sebuah praktik perdagangan yang bertujuan untuk menguasai sumber-sumber perdagangan, dalam hal ini adalah rempah-rempah. Mereka mewajibkan rakyat untuk menjual dan menyerahkan rempah-rempah hanya kepada VOC. Mereka tidak segan-segan untuk menindak dan menghukum rakyat yang terbukti membangkang

2. mencetak dan mengedarkan mata uang; dengan hak istimewa ini mereka tidak perlu menggunakan mata uang dari negara asal yaitu gulden dari Belanda, dengan menggunakan mata uang sendiri mereka leluasa mengontrol perdagangan dan harga rempah-rempah

3. mengangkat dan memberhentikan pegawai; VOC memiliki hak untuk mengangkat pegawai sesuai dengan anggaran yang tersedia, (dalam perkembangannya ternyata menjadi bumerang bagi VOC, sebagai banyaknya pegawai justru menyebabkan VOC bangkrut, diperparah dengan korupsi)

4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja; dengan hak ini maka VOC mampu menaklukkan penguasai pribumi dan menjadikan mereka bawahan dari VOC

5.Memiliki tentara

6.Mendirikan benteng

7.Menyatakan perang dan damai

8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa setempat

Monday 15 August 2016

Latar Belakang Berdirinya VOC




Orang Belanda yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Cornelis de Houtman pada tahun 1596, tepatnya ke daerah Banten. Dari Banten, Cornelis melanjutkan perjalanannnya ke tiap pusat rempah-rempah di Maluku. Ia kembali ke negerinya membawa banyak rempah-rempah. Sejak saat itu para bangsawan Belanda banyak berdatangan ke Indonesia. Setelah Cornellis de Houtman sampai di Banten tahun 1596 maka pada tahun 1598 Compagnie Van Verre di Belanda memberangkatkan 8 kapal di bawah pimpinan Van Nock dan Warwijk yang membutuhkan waktu 7 bulan sampai di Banten keberhasilan pelayaran tersebut mendorong keinginan berbagai perusahaan di Belanda untuk memberangkatkan kapalnya ke Indonesia ada 14 perusahaan yang telah memberangkatkan 62 kapal. Sementara itu Portugis berusaha keras untuk menghancurkan mereka.

Keberhasilan ekspedisi van Neck dan van Warwyck pada tahun 1600 membuka jalan bagi mengalir derasnya rempah-rempah ke Belanda pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan tidak menunggu lama, dalam 2 tahun Belanda menjadi kaya dengan rempah-rempah. Harga jualnya di Belanda dinaikkan sampai berkali-kali lipat. Tergiur keuntungan yang sangat besar, berbagai kongsi dagang Belanda mulai berbondong-bondong ke Indonesia.

Akan tetapi, banyaknya rempah-rempah menimbulkan dampak yang tidak diperkirakan sebelumnya. Karena tingkat penawaran (supplay) melebihi permintaan (demand) maka harga rempah-rempah jatuh. Akibatnya para pedagang merugi. Kenyataan ini diperparah oleh kenyataan bahwa kongs-kongsi dagang itu besaing dan bahkan berkonflik satu sama lain. Melihat situasi ini maka, banyak kalangan di Belanda mendesak segera dibentuk sebuah organisasi dagang yang resmi, yang berfungsi mengolah tata niaga rempah-rempah secara efektif dan efisien. Sehingga tahun 1602, pemerintah Belanda yang disebut staten generaal membentuk serikat dagang untuk India dan wilayah timur yang disebut dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie ( VOC ). Di Indonesia serikat dagang ini lebih dikenal dengan sebutan kompeni. Pemegang sahamnya adalah pedagang-pedagang besar Belanda.

Sebagai sebuah perkumpulan dagang, VOC dapat dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia. Selain didukung organisasi yang terstruktur dengan baik, VOC juga merupakan perkumpulan dagang pertama yang melakukan sistem pembagian keuntungan (deviden) bagi para pemegang sahamnya.

Adapun tujuan dari dibentuknya VOC adalah:

1. Menghindari terjadinya persaingan yang tidak sehat antara pedagang-pedagang (kongsi-kongsi dagang Belanda).

2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti serikat dagang East India Company dari Inggris.

3. Memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.

4. Membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang melawan pendudukan Spanyol.

KELOMPOK  :

· Angga Budhi K (05)
· Dea Novianingrum (11)
· Enggar Puspitarini (12)
· Rizky Murdiana (23)
· Sekar Milagusta (25)
· Shofin Iffat N (26)
· Zena Wahyu S (30)

Tuesday 9 August 2016

Kemunduran VOC

VOC selalu memaksakan kehendak (monopoli) dalam usaha dagangnya sehingga sering menimbulkan peperangan. Pada awal abad ke-18, VOC mulai mengadakan eksploitasi agraris. Hal itu disebabkan keuntungan dari usaha dagang makin merosot akibat melimpahnya rempah-rempah dari daerah jajahan Inggris, Prancis, Spanyol, dan Portugis.

VOC dengan giat menekan beberapa daerah di Indonesia yang sudah mereka kuasai, seperti Banten, Priangan, Cirebon, dan Mataram untuk mengumpulkan berbagai hasil bumi dengan cara sebagai berikut.

  • Pembayaran pajak dari rakyat berupa hasil bumi.
  • Penyerahan upeti wajib setiap tahun dari kerajaan-kerajaan yang tunduk kepada VOC atau kerajaan yang telah mengikat perjanjian dengan VOC.
  • Rakyat di daerah yang sudah dikuasai diwajibkan menanam tanaman tertentu dan menjualnya kembali dengan harga tertentu kepada VOC.Misalnya, penanaman kopi di daerah Priangan serta penanaman tebu didaerah Banten dan Mataram.

Akibat eksploitasi agraris melalui para raja dan adipati, serta pengambilalihan berbagai pungutan di wilayah Mataram, para pegawai VOC mendapat peluangbesar untuk memperkaya diri. Para adipati dan pegawai pengumpul pajak danupeti juga makin kaya, sedangkan rakyat makin melarat dan hidup menderita.Keadaan itu menimbulkan perasaan tidak puas, benci, dan dendam kepadaVOC yang makin meluas di kalangan rakyat. Mereka selalu menunggu munculnya pemimpin dan penggerak massa untuk memberontak terhadapVOC.

Menjelang berakhirnya abad ke-18, tepatnya pada tanggal 17 Juni 1789 di Eropa terjadi Revolusi Prancis. Revolusi yang dipelopori oleh kaum Borjuis dan kaum terpelajar kota Perancis bertujuan untuk menumbangkan kekuasaanraja, bangsawan, dan kaum pendeta yang absolut. Revolusi yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille berhasil menumbangkan kekuasaan monarki absolut Perancis dan memunculkan faham-faham baru Eropa, seperti liberalisme,nasionalisme, dan demokrasi. Revolusi Perancis yang bersemboyan Liberte,Egalite, dan Fraternite mampu mempengaruhi kerajaan-kerajaan Eropa yanglain untuk mengubah bentuk kerajaan absolut menjadi bentuk kerajaanberkonstitusionil (UUD) dan Republik. Pasca Revolusi Perancis, kerajaanPerancis berubah menjadi republik dan dipimpin oleh J.P. Marrat, G.J. Danton,dan Robbespierre, namun bentuk in tidak berlangsung lama dan diganti dengansistem pemerintahan Directoire, namun sistem inipun tidak mampu mengatasikekacauan di Perancis, sampai akhirnya muncul tokoh Napoleon Bonaparte.Napoleon Bonaparte berhasil menguasai dan memerintah Prancis. Di bawahpemerintahan Napoleon Bonaparte, Prancis tumbuh menjadi negara besar dankuat. Napoleon setelah berkuasa berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.Napoleon menguasai hampir seluruh wilayah Eropa termasuk Negeri Belanda,kecuali Inggris masih mampu bertahan melawan Prancis.

Belanda cemas akan kedudukannya di Indonesia terhadap serbuan Inggris.Di pihak lain, VOC makin merosot kekuatannya sehingga tidak mampu menahan serangan Inggris. Oleh karena itu, pada tahun 1799 VOC dibubarkan dan pemerintahan kolonial di Indonesia langsung dipegang oleh pemerintah KerajaanBelanda. Sejak itu Indonesia secara politis dikuasai (dijajah) oleh pemerintah Kerajaan Belanda.

Berikut Kesimpulannya :

  • Penyebab Kemunduran VOC :
  • Pegawai VOC banyak yang korupsi
  • Wilayah Indonesia sangat luas sehingga perlu biaya besar untuk mengelolanya
  • Persaingan ketat degan kongsi dagang lain yaitu The East India Company/EIC (milik Inggris) yang berkedudukan di Calcuta
  • Biaya perang untuk menumpas perlawanan sporadis dari suku-suku di Indonesia sangat besar

VOC bubar tanggal 31 Desember 1799 .

Kelompok :
  1. Abraham Gamma P
  2. Anindita
  3. Bilqis
  4. Erlangga Bisma K
  5. Intan
  6. Irish

Perkembangan VOC di Indonesia

 



VOC adalah kongsi dagang milik Belanda yang ingin mencari untung sebanyak – banyaknya, kemudian semakin bernafsu untuk menguasai daerah – daerah di Nusantara dengan menguasai beberapa kerajaan yang ada. VOC akhirnya menjadi kongsi penjajah dan dimulailah Kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.

Pada abad 16 bangsa barat mulai dating ke Nusantara diawali bangsa portugis (1512) disusul yang terakhir yaitu Belanda pada 1596. Pada awalnya mereka dating dengan sejumlah kepentingan yang diringkas dengan sebutan 3G (Gold, Glory, Gospel). Pada tanggal 20 maret 1602, Belanda membentuk VOC kemudian pada tahun 1611, VOC membeli lahan di Sunda Kelapa, dari hal tersebut wilayah VOC bertambah luas. Buktinya VOC mampu mengembangkan Batavia (sekarang Jakarta) sebagai pusat dagang, hal inilah yang mempelopori sistem kekuasaan layaknya negara. VOC dalam mencapai tujuan utama dalam bidang perdagangan, harus mampu mengontrol kehidupan kota dan mengatur para penduduknya.


Setelah Batavia berkembang, kontrol kekuasaan diturunkan dengan menikah berdasarkan ras, asal, status ikatan kerja dalam perdagangan VOC.VOC di pimpin oleh seorang Gubernur Jendral, Gubernur Jendral VOC yang pertama adalah Pieter Both. Untuk menunjang monopoli dagang VOC salah satu upaya yang dilakukan adalah pengumuman orang-orang Tionghoa, Arab, Eropa sebagai kelompok yang sangat penting. Pada tanggal 1 November 1620 seorang pedagang Cina bernama Siauw Bing Kong alias Banun diangkat menjadi kepala pertama yang bertanggung jawab mengatur seluruh barang dagangan yang masuk dan keluar Batavia.


Dengan adanya orang-orang Tionghoa mereka mampu mengembangkan usaha perdagangan kopi dan bercocok tanam, dan berakibat pada persekongkolan yang berbahaya antara orang – orang Tionhoa dengan warga pribumi, hal ini menjadikan VOC mengeluarkan Ordonasi melarang “Singkes” (Orang Tionghoa) masuk ke Batavia secara besar – besaran.

Pada masa kejayaanya, wilayah kekuasaan VOC semakin luas dan berbagai penyelewengan mulai terjadi. Pegawai VOC mulai hidup berfoya-foya dan korupsi pun semakin merebak di dalam VOC sendiri.

Oleh :

1. Agas Prayustisio A. (03)
2. Agustin Wahyu L. (04)
3. Bima Aji K. (08)
4. Hartiwi (16)
5. Widya Wati (28)
6. Widya Sari P (29)