MAKALAH
|
October
21, 2016
Masa Revolusi
Perancis
|
||
SMA N 1 BOYOLALI
|
|||
Oleh :
╟
Abraham
Gamma P (01)
╟
Bima
Aji K (08)
╟
Chandraka
Rahsa K (10)
╟
Erlangga
Bisma K (13)
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, kami ucap dan
panjatkan puji syukur atas kehadirat – Nya yang telah memberikan rahmat dan
hidayah – Nya kepada kami sehingga makalah Sosiologi tentang Deferensiasi
Sosial dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan.
Makalah ini
kami susun dengan maksimal dan dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
tentang Revolusi Perancis untuk suatu pembelajaran tentang Sejarah serta untuk
menambah ilmu dan pengetahuan bagi para pembaca.
Kami
menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dari penulisan makalah ini,
baik dari bahasa, kata – kata, maupun susunannya. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik
lagi.
Terima
kasih, dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca dan
memberikan dampak positif bagi kita semua.
Boyolali, 21
Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. Latar Belakang Revolusi Perancis. . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2. Proses Terjadinya Revolusi Perancis . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.
Dampak Revolusi
Perancis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . .
C.
PENUTUP . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . .
1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebelum
meletus revolusi, masyarakat Prancis terbagi ke dalam tiga golongan politik:
pertama, golongan bangsawan kaya yang berjumlah sekitar 400.000 orang; kedua,
terdiri dari golongan gereja atau agamawan yang berjumlah sekitar 100.000 yang
terdiri dari rahib dan biarawan katolik, pendeta dan uskup; dan ketiga,
meliputi sekitar 99% warga negara Prancis. Golongan ketiga ini pun dibagi ke
dalam tiga bagian: (1) golongan menengah (borjuis) seperti
ahli hukum, dokter, pedagang, pengusaha dan pemilik pabrik; (2) kaum buruh dan
pekerja, dan; (3) golongan petani. Hak-hak politik dan hak-hak istimewa antar
golongan tidak terbagi secara merata. Berbagai masalah pun muncul yang pada
akhirya timbul lah gerakan revolusi Perancis.
Penyerbuan Bastille, 14 Juli 1789 |
BAB 2 PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Revolusi Perancis
Latar belakang terjadinya revolusi perancis
disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor ketidak adilan politik, kekuasaan
raja yang absolut, krisis ekonomi, dan munculnya paham baru.
Dalam bidang politik, kaum bangsawan memegang
peranan yang sangat penting dalam bidang politik, sehingga segala sesuatunya
ditentukan oleh bangsawan sedangkan raja hanya mengesahkan saja. Ketidakadilan
dalam bidang politik dapat dilihat dari pemilihan pegawai-pegawai pemerintah
yang berdasarkan keturunan dan bukan berdasarkan profesi atau keahlian, Hal ini
menyebabkan administrasi negara menjadi kacau dan berakibat munculnya tindakan
korupsi. Ketidakadilan politik lainnya adalah tidak diperkenankannya masyarakat
kecil untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan.
Pemerintahan Louis XIV bersifat monarki
absolut, di mana raja dianggap selalu benar. Semboyan Louis XIV adalah l'etat
c'est moi (negara adalah saya). Untuk mempertahankan keabsolutannya
itu, ia mendirikan penjara Bastille. Penjara ini diperuntukkan bagi siapa saja
yang berani menentang keinginan raja. Penahanan juga dilakukan terhadap orang-orang
yang tidak disenangi raja. Mereka ditahan dengan surat penahanan tanpa sebab (lettre
du cas). Absolutisme Louis XIV tidak terkendali karena kekuasaan raja tidak
dibatasi undang-undang.
Sebab lain terjadinya Revolusi Prancis adalah
adanya krisis keuangan. Kehidupan raja dan para bangsawan istana serta
permaisuri Louis XVI ,yakni Maria Antoinette (terkenal dengan sebutan Madame
deficit) yang hidup penuh dengan kemewahan dan kemegahan. Di samping itu, adanya
warisan hutang dari Raja Louis XIV dan Louis XV menjadikan hutang negara makin
menumpuk. Satu-satunya cara untuk mengatasi krisis keuangan ini adalah dengan
cara memungut pajak dari kaum bangsawan, tetapi golongan bangsawan menolak dan
menyatakan bahwa yang berhak menentukan pajak adalah rakyat. Raja Prancis,
Louis XVI menyadari bahwa masalah keuangan negara dapat teratasi bila setiap
orang atau golongan membayar pajak. Akan tetapi karena mereka tidak memiliki
kewibawaan dalam menindak golongan I dan II, maka golongan tersebut tetap
memiliki hak-hak istimewa dan bebas dari pajak.
Raja Perancis Louis (Ludvig) XVI
Pemerintah Perancis menghadapi krisis keuangan pada tahun 1780-an, dan Louis XVI dikritik karena tidak mampu menangani masalah ini.
|
Selain faktor ketidak adilan politik dan krisi
ekonomi, munculnya filsuf-filsuf pembaharu juga turut andil dalam meletusnya
revolusi Prancis dengan pengaruh paham rasionalisme mereka. Paham ini hanya mau
menerima suatu kebenaran yang dapat diterima oleh akal. Paham ini telah
melahirkan renaisans dan humanisme yang menuntun manusia bebas berpikir dan
mengemukakan pendapat. Oleh karena itu, muncullah ahli-ahli pikir yang
karya-karyanya berpengaruh besar terhadap masyarakat Eropa pada saat itu
termasuk tokoh masyarakat Prancis, seperti berikut :
1.
John
Locke ( 1685–1753) dengan karyanya yang berjudul Two Treaties of Government
yang mengumandangkan ajaran kedaulatan rakyat.
2.
Montesquieu
(1689–1755) dengan karyanya L'es prit des Lois (Jiwa
Undang-Undang). Dalam buku itu terdapat teorinya tentang trias politika yakni
tentang pemisahan kekuasaan antara legislatif (pembuat undang-undang),
eksekutif (pelaksana undang-undang, dan Judikatif (pengatur pe-ngadilan segenap
pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku. Hal ini semua dimaksudkan agar
tidak terjadi sewenang-wenang).
3.
J.J.
Rousseau ( 1712–1778) dengan karyanya Du Contract Social (Perjanjian
Masyarakat). Rousseau mengatakan bahwa menurut kodratnya manusia sama dan
merdeka. Setiap manusia pada prinsipnya sama dan merdeka dalam mengatur
kehidupannya kemudian membentuk semacam perjanjian sesama anggota masyarakat
atau contract social. Melalui perjanjian bersama itu, dibentuk suatu badan yang
diserahi kekuasaan untuk mengatur dan menyelenggarakan ketertiban masyarakat
yaitu pemerintah. Dengan demikian, kedaulatan sebenarnya bukan pada badan
(pemerintah), melainkan pada rakyat.
“Karikatur Etats Ketiga (orang biasa) yang membawa Etats Pertama (pendeta) dan Etats Kedua (bangsawan) di punggungnya. “ |
B.
Proses
Terjadinya Revolusi Perancis
Untuk mengatasi krisis ekonomi,
raja memanggil Dewan Perwakilan Rakyat (Etats Generaux). Dewan ini
ternyata tidak mampu mengatasi masalah sebab dalam sidang justru terjadi
pertentangan mengenai hak suara. Golongan I dan II menghendaki tiap golongan
memiliki satu hak suara, sementara golongan III menghendaki setiap wakil
memiliki hak satu suara. Jika dilihat dari proporsi jumlah anggota Etats
Generaux yang terdiri atas golongan I, 300 orang, golongan II 300
orang, dan golongan III 600 orang, dapat disimpulkan bahwa golongan I dan II
menghendaki agar golongan III kalah suara sehingga rakyat tidak mungkin menang.
Jika kehendak golongan III yang dimenangkan, golongan I dan II terancam sebab
di antara anggota mereka sendiri ada orang-orang yang bersimpati pada rakyat.
Pada tanggal 17 Juni 1789, anggota Etats
Generaux dari golongan III mengadakan sidang sendiri, didukung oleh
sebagian kecil anggota dari golongan I dan II. Peserta sidang menyatakan diri
sebagai Majelis Nasional yang bertujuan memperjuangkan terbentuknya konstitusi
tertulis bagi Prancis. Raja berusahamembubarkan organisasi yang dipimpin Jean
Bailly dengan dukungan Comtede Mirabeau ini, baik dengan jalan perundingan
maupun dengan kekerasan. Sikap raja yang berusaha membubarkan Majelis Nasional
dengan jalan kekerasan menimbulkan kemarahan rakyat dan terjadilah huru-hara.
Puncak huru-hara terjadi tanggal 14 Juli 1789, ketika rakyat menyerbu dan
meruntuhkan penjara Bastille, lambang kekuasaan mutlak raja. Penyerangan ini
didukung oleh Tentara Nasional yang dipimpin Lafayette.
Pertemuan Etats-Généraux pada tanggal 5 Mei 1789 di Versailles. |
Ketika terjadi pemberontakan
oleh rakyat, Louis XVI melarikan diri ke luar negeri. Kesempatan ini
dipergunakan oleh rakyat untuk membentuk pemerintahan baru yang demokratis.
Dewan Perancang Undang-Undang yang terdiri dari Partai Feullant dan Partai
Jacobin segera membentuk Konstitusi Prancis pada tahun 1791. Partai Feullant
adalah partai yang proraja, sedangkan Partai Jacobin adalah partai yang
prorepublik. Partai Jacobin beranggotakan kaum Geronde dan Montague. Partai ini
dipimpin oleh tiga sekawan, Robespiere, Marat, Danton. Keadaan negara yang
semakin berbahaya membuat Dewan Legislatif membentuk pemerintahan republik pada
tanggal 22 September 1792. Raja Louis XVI dan istrinya dijatuhi hukuman pancung
dengan quillotine pada tanggal 22 Januari 1793.
Setelah Raja Lous XVI dan
istrinya dijatuhi hukuman mati, Prancis pun mengalami berbagai jenis
pemerintahan, diantaranya:
1.
Pemerintahan Monarki Konstitusional (1789-1793)
14 Juli 1789 merupakan langkah
awal yang diambil oleh pemerintah revolusi, yaitu dengan dibentuk Pasukan
Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Jendral Lafayette. Selanjutnya dibentuk
Majelis Konstituante untuk menghapus hak-hak istimewa raja, bangsawan, dan
pimpinan gereja. Semboyan rakyat segera dikumandangkan oleh J.J. Rousseau
yaitu liberte, egalite dan fraternite.
Dewan perancang undang-undang
terdiri atas Partai Feullant dan Partai Jacobin. Partai Feullant bersifat pro
terhadap raja yang absolut, sedangkan Partai Jacobin menghendaki Prancis
berbentuk republik. Mereka beranggotakan kaum Gerondin dan Montagne di bawah
pimpinan Maxmilien de’Robespierre, Marat, dan Danton. Pada masa ini juga raja
Louis XVI dijatuhi hukuman pancung (guillotine) pada 22 Januari 1793 pada saat
itu bentuk pemerintahan Prancis adalah republik.
2.
Pemerintahan Teror atau Konvensi Nasional (1793-1794)
Pada masa ini pemegang kekuasaan pemerintahan
bersikap keras, tegas, dan radikal demi penyelamatan negara. Pemerintahan teror
dipimpin oleh Robespierre dari kelompok Montagne. Di bawah pemerintahannya
setiap orang yang kontra terhadap revolusi akan dianggap sebagai musuh Prancis.
Akibatnya dalam waktu satu tahun terdapat 2.500 orang Prancis dieksekusi,
termasuk permaisuri Louis XVI, Marie Antoinette. Hal ini menimbulkan reaksi
keras dari berbagai pihak. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan oleh kaum
Girondin. Robespierre ditangkap dan dieksekusi dengan cara dipancung bersama
dengan 20 orang pengikutnya. Pada Oktober 1795 terbentuklah pemerintahan baru
yang lebih moderat yang disebut Pemerintahan Direktori.
3.
Pemerintahan Direktori atau Direktorat (1795-1799)
Pada masa Direktori,
pemerintahan dipimpin oleh lima orang warga negara terbaik yang disebut
direktur. Masing-masing direktur memiliki kewenangan dalam mengatur masalah
ekonomi, politik sosial, pertahanan-keamanan, dan keagamaan. Direktori dipilih
oleh Parlemen. Pemerintah direktori ini tidak bersifat demokratis sebab hak
pilih hanya diberikan kepada pria dewasa yang membayar pajak. Dengan demikian
wanita dan penduduk miskin tidak memiliki hak suara dan tidak dapat
berpartisipasi. Pada masa pemerintahan direktori, rakyat tidak mempercayai
pemerintah karena sering terjadinya tindak korupsi yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah yang berakibat terancamnya kesatuan nasional Prancis. Akan tetapi,
dari segi militer Prancis mengalami kemajuan yang pesat, hal ini berkat
kehebatan Napoleon Bonaparte. Ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah ini
berhasil dimanfaatkan Napoleon untuk merebut pemerintahan pada tahun 1799.
4.
Pemerintahan Konsulat (1799-1804)
Pemerintahan konsulat dibagi ke
dalam tiga bagian, yaitu Napoleon sebagai Konsulat I, Cambaseres sebagai
Konsulat II, dan Lebrun sebagai Konsulat III. Akan tetapi dalam perjalanan
sejarah selanjutnya Napoleon berhasil memerintah sendiri. Di bawah pimpinan
Konsulat Napoleon, Perancis berhasil mencapai puncak kejayaannya. Tidak hanya
dalam bidang militer akan tetapi juga dalam bidang sosial, politik, ekonomi,
dan budaya. Pada tahun 1803 Napoleon terpilih sebagai kaisar Prancis atas dasar
voting dalam sidang legislatif. Penobatannya dilaksanakan pada 2 Desember 1804
oleh Paus VII.
5.
Masa Pemerintahan Kaisar (1804-1815)
Napoleon sebagai kaisar dimulai
dengan pemerintahannya yang bersifat absolut. Hal ini jelas tidak disukai oleh
rakyat Prancis. Napoleon memiliki keinginan untuk mengembalikan kekuasaan raja
secara turun-temurun dan menguasai seluruh wilayah Eropa. Ia mengangkat
saudara-saudaranya menjadi kepala negara terhadap wilayah yang berhasil
ditaklukannya. Oleh karena itu, pemerintahan Napoleon disebut juga pemerintahan
nepotisme.
Pemerintahan kekaisaran
berakhir setelah Napoleon ditangkap pada tahun 1814 setelah kalah oleh
negara-negara koalisi dan dibuang di Pulau Elba. Karena kecerdikannya Napoleon
berhasil melarikan diri dan segera memimpin kembali pasukan Prancis untuk
melawan tentara koalisi selama 100 hari. Namun, karena kekuatan militer yang
tak seimbang, akhirnya Napoleon mengalami kekalahan dalam pertempuran di
Waterloo pada tahun 1915. Dia dibuang ke pulau terpencil di Pasifik bagian
selatan, St. Helena sampai akhirnya meninggal pada tahun 1821.
Battle of Waterloo |
6.
Pemerintahan Reaksioner
Rakyat merasa tidak senang
terhadap sistem pemerintahan absolut yang dilakukan oleh Napoleon. Oleh karena
itu rakyat kembali memberi peluang pada keturunan Raja Louis XVIII untuk
menjadi raja di Prancis kembali (1815-1842). Raja yang berkuasa pada saat
sistem pemerintahan Reaksioner, selain Raja Louis XVIII, adalah Raja Charles X
(1824-1840) dan Raja Louis Philippe (1830-1848).
C.
Dampak
Revolusi Perancis
Revolusi Perancis telah membawa
pengaruh yang besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang meliputi
bidang politik, ekonomi dan sosial. Jiwa, semangat dan nilai-nilai revolusi
sudah tertanam secara luas dan mendalam di hati rakyat dengan semboyan liberte,
egalite, dan fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaran).
1.
Di
bidang politik, tampak jelas dengan meluasnya paham liberal di Spanyol, Italia,
Jerman, Austria dan Rusia. Rakyat menuntut agar kekuasaan raja dibatasi dengan
undang-undang sehingga terbentuklah pemerintahan monarki konstitusional.
Berkembangnya semangat nasionalisme. Hal ini muncul setelah Perancis menghadapi
Perang Koalisi. Mereka menentang intervensi asing, semangat ini juga menjalar
ke negara-negara lain. Di samping itu juga berkembang paham demokrasi di
kalangan rakyat, mereka menuntut dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat, negara
republik, dan sebagainya.
2.
Di
bidang ekonomi, dihapuskannya pajak feodal dan petani yang semula hanya sebagai
penggarap tanah menjadi petani pemilik tanah sendiri. Di samping itu,
dihapuskannya sistem gilde sehingga perindustrian dan perdagangan menjadi
berkembang.
3.
Di
bidang sosial, dihapuskannya susunan masyarakat feodal yang terbagi menjadi
tiga golongan dan digantikannya dengan masyarakat baru yang berdasarkan
spesialisasi kerja, seperti cendekiawan, pengusaha, petani dan sebagainya.
BAB 3 PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Pengaruh pemikiran yang dihasilkan oleh revolusi Perancis terhadap
pergerakan kemerdekaan Indonesia adalah usaha untuk mewujudkan suatu negara
merdeka yang bebas dari belenggu penjajahan. Pada saat penyusunan bentuk
pemerintahan, para pendiri negara (The Founding Fathers)
tidak memilih bentuk kerajaan akan tetapi memilih bentuk Republik. Hal ini
tampaknya secara tidak langsung mendapatkan pengaruh dari revolusi Prancis
karena bentuk negara Republik memungkinkan untuk terbangunnya suasana
pemerintahan yang demokratis. Seperti ditunjukkan oleh penyebab timbulnya
revolusi Prancis, walau bagaimanapun bentuk kerajaan akan cenderung mengarahkan
pada munculnya kekuasaan raja yang absolut dan tirani apabila tidak dibatasi
dengan undang-undang. Oleh karena itu, pembentukan negara Republik Indonesia
didasarkan pada Undang-undang Dasar yang dapat menjadi pengontrol jalannya
kekuasaan. Di Indonesia juga diberlakukan pola pembagian kekuasaan seperti yang
dikemukakan oleh Montesquieu. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden
beserta jajaran menterinya, kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR dan MPR,
sementara kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung Konstitusi, dan
Mahkamah Yudisial.
1.2
Saran
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih baik dan detail dalam menjelaskan tentang materi
diatas dengan sumber yang lebih banyak.
0 comments:
Post a Comment