Friday, 24 March 2017

analisis mengenai sambutan rakyat terhadap berita proklamasi kemerdekaan indonesia di daerah surakarta

A. LATAR BELAKANG
17 Agustus 1945 merupakan titik puncak perjuangan Indonesia menumpas kolonialisme dan imperialisme yang terjadi di tanah air ini. Kisah dibalik proklamasi kemerdekaan ini bermula ketika Jepang di bom atom oleh sekutu di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Hal tersebut sangat sangat menurunkan  mental jepang dalam perang dunia kedua, dan memaksa Jepang untuk menyerah kepada sekutu. Jepang merahasiakan kekalahannya ini dari Indonesia sampai sekutu datang mengambil alih nusantara. Namun karena kecakapan pemuda Indonesia yaitu Sutan Syahrir, Indonesia bisa mengetahui berita kekalahan Jepang ini.
Golongan pemuda akhirnya mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia karena saat itu adalah saat yang tepat. Indonesia dalam keadaan vacum of power, Jepang kalah dan sekutu belum masuk ke Indonesia.
Golongan tua termasuk Soekarno-Hatta berbeda pendapat dengan golongan pemuda tentang waktu proklamasi kemerdekaan, golongan tua berpendapat bahwa kemerdekaan tersebut harus dirundingkan dahulu dengan PPKI dan Jepang. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang .
 Sampai akhirnya terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Golongan muda mengamankan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 dini hari dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Nippon. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan.
Malam harinya dilakukan penyusunan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda (Jl. Imam Bonjol no 1). Penyusunan naskah proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Proklamasi akan dikumandngkan esok harinya di kediaman Ir.Soekarno (Jl. Pegangsaan Timur 56).
17 Agustus 1945 di rumah Ir.Soekarno pukul 10.00 Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan. Teks dibacakan oleh Ir.Soekarno. Lagu Indonesia Raya dikumandangkan pada waktu itu, sang saka merah putih yang di jahit oleh Fatmawati dikibarkan dengan gagahnya oleh Latif Hendraningrat dan dibantu oleh Soehoed. Suasana haru, bahagia, amat teramat bahagia karena Indonesia telah mencapai titik puncak perjuangan dan melewati jembatan emas menuju kemerdekaan ini.

B. PEMBAHASAN
            Berita Proklamasi kemudian disiarkan lewat radio Semarang. Masyarakat Jawa Tengah dengan cepat dapat menerima berita tersebut. Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan rapat raksasa untuk menguatkan pengumuman pengambilan kekuasaan di Semarang. Setelah itu, di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal terjadi pemberontakan. Rakyat di tiga daerah tersebut menyerang para pamong praja dan pegawai pemerintah yang dianggap sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.
            Di daerah-daerah luar Jawa berita Proklamasi terlambat diterima oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi yang cukup sulit. Di Medan, berita Proklamasi dibawa oleh Teuku Moh. Hasan yang diangkat sebagai gubernur daerah Sumatera. Mendengar berita ini,  kemudian dipelopori oleh Achmad Tahir dibentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober, mereka berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan Jepang.
            Di daerah-daerah lain pun melakukan penyambutan yang tidak jauh berbeda, yakni sebagai berikut:
a.       Mula-mula rakyat tidak percaya terhadap adanya berita Proklamasi.
b.      Luapan kegembiraan rakyat menyambut kemerdekaan Indonesia.
c.       Mengadakan rapat-rapat raksasa.
d.      Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
e.       Upaya pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang.
f.       Upaya merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan.
g.      Merebut persenjataan dari tangan Jepang.
h.      Tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.

C. KESIMPULAN
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada umumnya disambut oleh masyarakat Indonesia dengan antusias dan sukacita. Hal itu wajar, karena Proklamasi Kemerdekaan merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia dalam perlawanan terhadap bangsa asing. Sambutan masyarakat Boyolali sendiri dapat dikatakan antusias dalam menyambut Proklamasi Kemerdekaan, walaupun masih adanya tentara Jepang yang bersikap keras terhadap peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

SUMBER:

KELOMPOK :
1. FAHREZI RIZAL N.F (14)
2. ZENA WAHYU S     (30)

Analisis Sambutan Rakyat Terhadap Kemerdekaan Indonesia di Daerah Surakarta, khususnya Boyolali

Latar Belakang

Pada 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan oleh seorang prajurit PETA yaitu Latief Hendraningrat dibantu oleh Soehoed dan seorang pemudi membawa nampan berisi bendera Merah Putih . Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Setelah berhasil merumuskan teks proklamasi Bung Karno berpesan kepada para pemimpin yang bekerja pada pers dan kantor berita, terutama B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya keseluruh dunia. Sewa alat komunikasi yang ada dipergunakan untuk menyebarluaskan berita proklamasi. Pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi telah sampai ditangan Kepala Bagian Radio Kantor Waidon B. Polenewen dari seorang wartawan Donei yaitu Syahrudin. Untuk itu kemudian F. WUz (seorang markonis) menyiarkan berita proklamasi berturut-turut setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti walaupun dilarang oleh pihak Jepang. Sedangkan pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita proklamasi dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar radio disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Para pemuda akhirnya membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang teknisi radio yang diambil dari Kantor Berita Domci. Di Menteng 31 para pemuda berhasil merakit pemancar baru dengan kode panggilan DJKI.

Selain melalui siaran radio berita proklamasi juga disiarkan melalui surat kabar. Diantaranya “Suara Asia” yang di Surabaya dan “Cahaya” di Bandung.

Setelah mendengar berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat menyambut dengan gembira dan penuh semangat untuk mempertahankannya. Hal ini nampak dari dukungan spontan terhadap proklamasi.

Pembahasan

Kabupaten Boyolali terletak di provinsi Jawa Tengah,atau tepatnya berada di sebelah barat Kota Surakarta. Boyolali terkenal dengan sebutan kota Susu,karena merupakan penghasil susu perah terbaik di eks.Karisidenan Surakarta. Selain menghasilkan susu perah terbaik,Boyolali juga melahirkan putra-putri terbaik bangsa,diantaranya Abdul Azis Saleh, Prof.Dr.Soeharso, Laksamana TNI (Purn) Widodo A.S dan salah satunya adalah S.K Trimurti.dll

Sebelum kemerdekaan, rakyat Boyolali melakukan serangan pembalasan diseluruh pangkalan Jepang. Karena posisi makin tersedak, maka Jepang bersiap – siap membuat pertahanan terakhir dan membuat persembunyian di daerah – daerah jika sewaktu – waktu sekutu berhasil menguasainya.

Pada situasi yang demikian itu Boyolali dijadikan tempat pertahanan dan perlindungan, bahkan mungkin untuk seluruh Karesidenan Surakarta dipusatkan di Boyolali. Tempat – tempat pertahanan maupun persembunyian itu antara lain :
a. daerah Kecamatan Musuk : di Tampir, Gares, Sukorame,. Tempat ini digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan bermacam – macam kebutuhan harian.
b. kecamatan Cepaga, dibuat goa – goa yang dapat membuat beribu – ribu orang. Gua itu terletak di lereng gunung Merapi bagian Timur.
c. Kecamatan Nogosari : Glonggong, Gunung Madu terdapat gua – gua untuk menyimpan senjata.
d. Bangak, Kecamatan Banyudono, terdapat gudang mesin
e. Bulu, Simo, Wonosegoro, juga dibuat gua – gua untuk persiapan gerilya, serta di Teras dibuat persiapan lapangan terbang. (Sarjono,11-10-1981;Mandani 16-10-1981).

Dalam membuat pertahanan, Jepang menggunakan tenaga rakyat secara paksa dibawah todongan senjata tentara Jepang. Mereka hanya diberi makan sehari sekali dengan setengah panci grontol jagung ( Soewarso, 1976 : 27). Oleh karena itu tidak mengherankn apabila beratus-ratus rakyat meninggal dunia dalam melakukan kerja paksa tersebut. Tidak mengherankan pula kalau kejadian tersebut menimbulkan rasa dendam yang membara dihati rakyat, yang pada suatu saat bisa meledak menjadi satu perlawanan terhadap kekuasaan pendudukan tentara Jepang. Dalam hal ini peranan pemuda memegang peranan penting di dalam perebutan kekuasaan di daerah boyolali.

Walaupun setelah menggunakan segala cara dan usaha, akhirnya Jepang bertekuk lutut pada sekutu secara resmi pada 15 Agustus 1945. Tetapi di derah-daerah, pelaksannan penyerahan kekuasaan tersebut tidak segera berjalan lancar dan mudah. Begitu pula setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dua hari setelah kekalahan Jepang. Usaha menegakkan Negara Republik Indonesia ini ternyata tidak mudah. Tentara Jepang masih tidak percaya bahwa negaranya sudah menyerah kalah pada sekutu. Itulah sebabnya mereka tetap mempertahankan kekuasaannya di Indonesia.

Berita tentang persiapan Proklamasi Kemerdekaan telah dapat diketahui oleh para tokoh pemuda Boyolali, utusan pemuda Markas Besar Barisan Pelopor jakarta, yaitu Supeno, tanggal 16 Agustus 1945. Jadi sehari sebelum Proklamasi dicetuskan (Mandani, 16-10-1981; Harbuntalib, catatan pribadi, 17-10-1974)
Menyambut adanya berita proklamasi dari Jakarta, para pemuda Barisan Pelopor dan Poetra Boyolali berkumpul di rumah Mandani untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan.

Berita proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 diterima terlambat oleh daerah, karena alat-alat perhubungan pada masa itu sulit dan mendapatkan rintangan dari pemerintah Jepang. Di Boyolali karena sebelumnya telah mendapatkan berita, maka pada 17 Agustus 1945 para pemuda dengan radio yang disimpan secara rahasia di Barisan Pelopor, dapat mengikuti Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta ( Mandani, 16-10-1981).

Markas Cabang Barisan Pelopor di Boyolali berpusat dirumah Amongwardoyo, jalan Merbabu Boyolali. Dengan radio gelap itulah para anggota Barisan Pelopor mengetahui pidato Bung Karno tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Berita itu segera disiarkan dengan bantuan dari Angkatan Muda Indonesia (AMI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 ada seorang pemuda dari Sala bernama Indromarjoko, memberikan plakat-plakat tentang kemerdekaan dan Lencana Merah Putih untuk ditempelkan pada dinding gedung-gedung di tepi jalan. Dengan tindakan demikian berarti memberikan penerangan kepada masyarakat tentang telah adanya proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Disamping itu para pemuda secara sepontan mengibarkan bendera merah putih yang pertama kali di halaman kantor kabupaten, setelah didahului dengan penurun bendera Jepang. Pengibar benderanya : Mandani dan Amongwardoyo dengan disaksikan oleh RNg.Swonopranoto, Harbuntalib, Soebagiyo, Sutrisno, Kunto Sudarsono, dan beberapa orang yang lain ( Wardoyo, 26-10-1981; Mandani, 16-10-1981; Sutrisno 23-01-1982)

Pada sore harinya bendera diturunkan oleh bupati Boyolali RT Reksonagoro. Bahkan karena adanya ultimatum dari bupati tersebut maka pengibran bendera merah putih dipindahkan kesebelah selatan Benteng Renovatum, yang sekarang bernama lapangan Olahraga Kridanggo. Piket penjagaan bendera diadakan dan diatur secara terus menerus bergiliran. Dengan adanya larangan pengibaran bendera tersebut kiranya justru merupakan cambuk tumbuhnya semangat nasional merebut pemerintahan dari tangan Jepang ( Sastosuroso, 16-02-1982)

Hal tersebut terbukti, karena tidak lama kemudian terjadi peristiwa “ penyerobotan kekuasaan “dari tangan Bupati Rt Reksonagoro oleh para pemuda. Memang pelaksanaan menegakkan pemerintahan Republik di daerah Boyolali yang dialkukan oleh para pemuda menghadapi dua hal yang harus segera diatasi, yaitu : pengambilan alihan kekuasaan dari pemerintah Pangreh Praja kasunanan dan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang.


S.K TRIMURTI

S.K Trimurti mungkin adalah salah satu sosok pelaku sejarah yang hampir terlupakan. Ia merupakan salah satu saksi mata-telinga secara langsung dari pembacaan proklamasi. Bahkan sebelum bendera Merah Putih dikibarkan terdengar agar itu dilakukan oleh Trimurti. Namun ia menolak dan beralasan bahwa sebaiknya hal itu dilaksanakan oleh anggota PETA yang sudah terbiasa dalam pengibaran bendera.  Terlebih dari hal itu S.K Trimurti merupakan pejuang wanita yang tangguh, berkiprah di dunia Pers dan tak gentar pada penjajahan kolonial.


SIAPAKAH S.K TRIMURTI?

Surastri Karma Trimurti lahir di Boyolali, 11 Mei 1912. Ayahnya bernama Mangunsuromo seorang wedana. Setelah tamat dari Sekolah Ongko Loro,Surastri melanjutkan ke Sekolah Guru. Ia lulus dengan nilai terbaik dan diangkat sebagai guru antara lain di Banyumas. Disinilah ia mulai berorganisasi dengan menjadi anggota Rukun Wanita dan mengikuti rapat-rapat Budi Utomo. Surastri pindah ke solo menerbitkan majalah Bedug yang kemudian berganti Terompet. Kemudian ia pindah ke Yogya bersama Sri Panggihan temannya,mendirikan majalah Suara Marhaeni .

Surastri Karma menambahkan Trimurti di belakang namanya sehingga menjadi S.K Trimurti. Karena membuat pamflet anti-penjajahan ,pada tahun 1936 ia di penjara di Bulu Semarang selama 9 bulan.

Pada tahun 1937 Trimurti berkenalan dengan Sayuti Melik(pengetik Naskah Proklamasi). Suatu ketika Sayuti menulis di harian Sinar Selatan yang dipimpin Trimurti. Pemuatan itu menyebabkan sang pemimpin redaksi Trimurti disidangkan,karena tidak menyebutkan nama penulis pada penerbitan artikel tersebut sehingga Trimurti dihukum 2 bulan penjara. Namun proses pengadilan itu berjalan cukup lama. Sementara itu Sayuti dan Trimurti sempat menikah di Solo 19 Juli 1938 dan tanggal 11 April 1939 lahir putra pertama mereka. Saat putranya hampir berusia 5 bulan datang surat keputusan pengadilan untuk mengeksekusi Trimurti. Karena anaknya dalam masa menyusui maka terpaksa Trimurti masuk penjara bersama bayinya.

Pada saat mengandung anaknya yang kedua,tahun 1941 Trimurti kembali masuk penjara. Bulan Juni 1942 lahir putra kedua. Kemudian Sayuti dan Trimurti ditangkap dan disiksa oleh Jepang.  Dua hari menjelang proklamasi, ia dan suami mendatangi bung Karno di rumahnya membincangkan keadaan dan sikap yang semestinya diambil. Ia di sana sampai malam, sehingga Trimurti menyaksikan datangnya tiga pemuda yang akan menyampaikan pesan golongan muda, dan dilanjutkan dengan datangnya pemimpin-pemimpin lain, seperti, Bung Hatta, Subarjo, Buntaran, dan Iwa K. Saat proklamasi dibacakan, Trimurti berada di tempat pembacaan, Pegangsaan Timur No. 56, bahkan sewaktu akan menaikkan bendera, ada suara yang memintanya memasang. Tapi ia tak mau, dan terpilih Latif Hendraningrat.

                   
Menerima tanda jasa dari Soekarno.

Perjuangan S.K Trimurti dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia serta dalam kegiatannya untuk turut membantu pelaksanaan acara proklamasi telah memberikan banyak inspirasi, terutama bagi para wanita dan masyarakat Boyolali pada umumnya. Penyebarluasan berita proklamasi di Boyolali mungkin tak segencar dan semeriah kota – kota lainnya, melainkan hanya bermodal pamflet, pidato oleh kepala daerah, dan lewat mulut ke mulut. Perbedaan pandangan antara pemerintah daerah Boyolali yang mendukung Indonesia dan Keraton Surakarta yang kala itu sering dibilang pro Belanda juga kadang menjadi konflik. Tetapi masyarakat Boyolali mempunyai satu tekad yang sama, yaitu untuk mewujudkan Kemerdekaan Indonesia atas usaha sendiri, bukan atas pemberian Jepang.

Perjuangan terus berlanjut, Trimurti ditugasi oleh Komite Nasional Indonesia untuk menggelorakan semangat rakyat Semarang,bersama tiga teman mereka naik mobil. Ditengah jalan, ban mobil bekas milik pembesar Jepang itu kempes. Karena tidak ada tukang tambal ban, terpaksa ban itu diisi rumput, setelah berjalan beberapa jauh, kempes lagi dan diisi dengan rumput lagi.

Dalam Kabinet Amir Sjarifudin tahun 1947, Trimurti menjabat Menteri Perburuhan. Tahun 1959 Soekarno ingin menunjuknya sebagai Menteri Sosial, tetapi Trimurti menolak karena ia bertekad menyelesaikan kuliah di Fakultas Ekonomi UI. Dalam wisuda sarjana tahun 1960,Presiden Soekarno turut hadir.

Pada awal Orde Baru, Trimurti menjadi pengurus Dewan Harian Angkatan ’45 dan mendirikan majalah kebatinan Mawas Diri. Tahun 1980 ia ikut menanda tangani Petisi 50 yang menyebabkan geraknya sangat dibatasi untuk seterusnya. Tetapi Trimurti pantang surut, ia masih aktif menghadiri berbagai kegiatan pada era reformasi dalam usianya yang kian lanjut. Dalam peresmian rumah jompo perempuan di Kramat Jakarta yang diresmikan Gus Dur tahun 2004, Trimurti masih semangat berrnyanyi dalam bahasa Jawa, Indonesia , dan Belanda. Kemudian pada tanggal 20 Mei 2008 ia wafat dalam usia 96 saat bangsa Indonesia memperingati seabad Kebangkitan Nasional.

Kesimpulan

Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, telah menjadi tonggak sejarah bagi rakyat indonesia untuk terbebas dari segala bentuk penjajahan dan kesengsaraan yang ditanggung begitu lama oleh rakyat. Walaupun setelah proklamasi rakyat masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan melawan Jepang. Untuk Era saat ini, baiklah kita sebagai generasi baru mempertahankan kemerdekaan dengan menghargai perjuangan para pahlawan, dan selalu menjunjung tinggi nama baik Indonesia di Internasional. Sebagai pelajar hendaknya kita terus belajar, untuk menjadi generasi baru yang membawa Indonesia lebih baik dari yang sebelumnya.

Sumber

https://latansablog.wordpress.com/2010/09/20/sejarah-singkat-proklamasi-kemerdekaan-indonesia/
-
http://www.langitperempuan.com/s-k-trimurti-pena-nurani-yang-pantang-berhenti/
-
http://kelasiisdua.blogspot.co.id/2016/03/analisis-sambutan-rakyat-indonesia.html
-
http://socialonesmansaboy.blogspot.co.id/2016/03/sambutan-rakyat-indonesia-setelah.html


Nama Anggota:
Abraham Gamma P (01)
Chandraka Rahsa K  (10)
Muhammad Ezar A  (19)
Taufiq Ramadhan    (27)

Thursday, 23 March 2017

Analisis Mengenai Sambutan Rakyat Terhadap Proklamasi di Surakarta Khususnya Masyarakat Boyolali


A. Latar Belakang
Tepat hari jumat 17 Agustus 1945 jam 10.00 WIB, naskah proklamasi dibacakan, ini merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sesudah naskah proklamasi selesai dibacakan, acara dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka merah putih oleh Pemuda Suhud dan eks sudanco Latif Hendraningrat dengan disaksikan segenap yang hadir, upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dalam suasana yang sangat sederhana itu telah sampailah bangsa Indonesia ke pintu kemerdekaannya. Sudah sepantasnya berita bahagia ini diketahui oleh segenap bangsa Indonesia agar semua tahu bahwa Indonesia telah merdeka. Setelah itu para pemuda langsung menyebar luaskan tentang berita kemerdekaan ini, namun penyebar luasan berita tersebut berjalan lambat, tentu saja ada beberapa daerah yang terlambat mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Selain itu masyarakat di berbagai daerah pastilah melakukan hal yang berbeda-beda dalam menyambut Proklamasi.
B. Masalah
Bagaimana sambutan masyarakat terhadap peristiwa Proklamasi yang menjadi bukti bahwa Indonesia telah merdeka di Wilayah Surakarta khususnya di Boyolali ?
C. Pembahasan
Di Tingkat Pusat
Setelah berhasil merumuskan teks proklamasi Bung Karno berpesan kepada para pemimpin yang bekerja pada pers dan kantor berita, terutama B.M Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia. Semua alat komunikasi yang ada dipergunakan untuk menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan. Berita proklamasi yang telah menyebar ke seluruh kota Jakarta, segera disebarluaskan ke seluruh dunia.

Teks Proklamasi


Pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio Kantor Waidan. Untuk itu F. Wuz (seorang markonis) menyiarkan berita proklamasi berturut-turut setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti walaupun dilarang oleh pihak Jepang. Sedangkan pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita proklamasi dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945, pemancar radio disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Namun pemuda tidak kehilangan akal dengan membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang teknisi radio yang diambil dari Kantor Berita Domei. Di Menteng 31 para pemuda berhasil merakit pemancar baru dengan kode panggilan DJK I, dari sinilah berita Proklamasi Kemerdekaan terus disiarkan. Selain itu juga lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan UUD Negara Republik Indonesia. Demikianlah sambutan masyarakat dan usaha-usaha para pemuda di pusat dalam menyebarluaskan berita proklamasi ke seluruh pelosok Tanah Air.

Kantor Berita Domei (Sekarang Kantor Berita Antara)


Selain itu di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada tanggal 19 September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada saat ini terletak di sebelah Selatan Lapangan Monas.


Di Daerah - Daerah
Di Daerah – Daerah para rakyat bersuka cita dan tetap ikut dalam memberitakan proklamasi. Banyak sekali tindakan – tindakan tak terduga yang dilakukan di daerah seperti :
1.    Dukungan Spontan Terhadap Proklamasi

Pada 19 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim Surat Kawat berisi ucapan selamat kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta atas beridirnya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh tersebut sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Sri Sultan Hamengkubuwana IX


Dari ucapan tersebut tersirat bahwa Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu mereka. Kemudian Pagi itu sekitar pukul 10.00 tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal kepatihan. Kemudian untuk mempertegas sikapnya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX mengeluarkan amanat bahwa 1). Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari RI. 2). Sri Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat. 3). Hubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat RI bersifat Langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab langsung terhadap Presiden.

Pada 5 September 1945, Sri Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat yang sama, hanya saja kata “Sri Sultan Hamengkubuwana IX” diganti menjadi “Sri Paku Alam VIII” dan “Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat” diganti menjadi “Negeri Paku Alaman”.

2.   Tindakan – Tindakan Heroik
Selain dukungan spontan terdapat juga aksi-aksi para rakyat yang berusaha untuk tetap mempertahankan kemerdekaan antara lain,
a.   Melucuti tentara Jepang untuk mendapatkan senjata sebagai modal perjuangan selanjutnya, untuk mencegah agar senjata Jepang tidak jatuh ketangan Sekutu serta untuk mencegah tentara jepang untuk membunuh rakyat
b.  Perebutan pangkalan udara bugis (sekarang abdul Rahman Saleh di Malang) pada tanggal 18 september 1945
c.  Penurunan Bendera Belanda dari puncak hotel Yamato di Surabaya,tanggal 19 September 1945. 
d.  Rapat Raksasa Di Lapangan Ikada.
e.  Pertempuran lima hari di Semarang (14-19 oktober 1945) 
f. Pengumuman Proklamasi Kemerdekaan di lapangan Fukureido (sekarang lapangan merdeka) tanggal 6 oktober 1945.
g.  Pertempuran Krueng Panjo Aceh tanggal 24 November 1945


Peristiwa Perobekan Bendera di Hotel Yamato

Usaha usaha lain untuk menyebarkan berita proklamasi adalah melalui penyebaran dan pemasangan pamflet, plakat, poster, coretan coretan pada tembok dan kereta api. Dengan demikian dalam waktu yang tidak lama berita proklamasi kemerdekaan Indonesia segera tersebar ke seluruh Indonesia dan ke dunia luar.



Di Wilayah Boyolali

Kabupaten Boyolali terletak di provinsi Jawa Tengah,atau tepatnya berada di sebelah barat Kota Surakarta. Boyolali terkenal dengan sebutan kota Susu,karena merupakan penghasil susu perah terbaik di eks.Karisidenan Surakarta. Selain menghasilkan susu perah terbaik,Boyolali juga melahirkan putra-putri terbaik bangsa,diantaranya Abdul Azis Saleh, Prof.Dr.Soeharso, Laksamana TNI (Purn) Widodo A.S, S.K Trimurti dll

S.K Trimurti mungkin adalah salah satu sosok pelaku sejarah yang hampir terlupakan. Ia merupakan salah satu saksi mata-telinga secara langsung dari pembacaan proklamasi. Bahkan sebelum bendera Merah Putih dikibarkan terdengar agar itu dilakukan oleh Trimurti. Namun ia menolak dan beralasan bahwa sebaiknya hal itu dilaksanakan oleh anggota PETA yang sudah terbiasa dalam pengibaran bendera.  Terlebih dari hal itu S.K Trimurti merupakan pejuang wanita yang tangguh, berkiprah di dunia Pers dan tak gentar pada penjajahan kolonial.

S.K Trimurti


Surastri Karma Trimurti lahir di Boyolali, 11 Mei 1912. Ayahnya bernama Mangunsuromo seorang wedana. Setelah tamat dari Sekolah Ongko Loro,Surastri melanjutkan ke Sekolah Guru. Ia lulus dengan nilai terbaik dan diangkat sebagai guru antara lain di Banyumas. Disinilah ia mulai berorganisasi dengan menjadi anggota Rukun Wanita dan mengikuti rapat-rapat Budi Utomo. Surastri pindah ke solo menerbitkan majalah Bedug yang kemudian berganti Terompet. Kemudian ia pindah ke Yogya bersama Sri Panggihan temannya,mendirikan majalah Suara Marhaeni.
Perjuangan S.K Trimurti dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia serta dalam kegiatannya untuk turut membantu pelaksanaan acara proklamasi telah memberikan banyak inspirasi, terutama bagi para wanita dan masyarakat Boyolali pada umumnya. Penyebarluasan berita proklamasi di Boyolali mungkin tak segencar dan semeriah kota – kota lainnya, melainkan hanya bermodal pamflet, pidato oleh kepala daerah, dan lewat mulut ke mulut. Perbedaan pandangan antara pemerintah daerah Boyolali yang mendukung Indonesia dan Keraton Surakarta yang kala itu sering dibilang pro Belanda juga kadang menjadi konflik. Tetapi masyarakat Boyolali mempunyai satu tekad yang sama, yaitu untuk mewujudkan Kemerdekaan Indonesia atas usaha sendiri, bukan atas pemberian Jepang.
Berita tentang persiapan Proklamasi Kemerdekaan telah dapat diketahui oleh para tokoh pemuda Boyolali, utusan pemuda Markas Besar Barisan Pelopor jakarta, yaitu Supeno, tanggal 16 Agustus 1945. Jadi sehari sebelum Proklamasi dicetuskan (Mandani, 16-10-1981; Harbuntalib, catatan pribadi, 17-10-1974)
Menyambut adanya berita proklamasi dari Jakarta, para pemuda Barisan Pelopor dan Poetra Boyolali berkumpul di rumah Mandani untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan.
Berita proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 diterima terlambat oleh daerah, karena alat-alat perhubungan pada masa itu sulit dan mendapatkan rintangan dari pemerintah Jepang. Di Boyolali karena sebelumnya telah mendapatkan berita, maka pada 17 Agustus 1945 para pemuda dengan radio yang disimpan secara rahasia di Barisan Pelopor, dapat mengikuti Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta ( Mandani, 16-10-1981).

Markas Cabang Barisan Pelopor di Boyolali berpusat dirumah Amongwardoyo, jalan Merbabu Boyolali. Dengan radio gelap itulah para anggota Barisan Pelopor mengetahui pidato Bung Karno tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Berita itu segera disiarkan dengan bantuan dari Angkatan Muda Indonesia (AMI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 ada seorang pemuda dari Sala bernama Indromarjoko, memberikan plakat-plakat tentang kemerdekaan dan Lencana Merah Putih untuk ditempelkan pada dinding gedung-gedung di tepi jalan. Dengan tindakan demikian berarti memberikan penerangan kepada masyarakat tentang telah adanya proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Disamping itu para pemuda secara sepontan mengibarkan bendera merah putih yang pertama kali di halaman kantor kabupaten, setelah didahului dengan penurun bendera Jepang. Pengibar benderanya : Mandani dan Amongwardoyo dengan disaksikan oleh RNg.Swonopranoto, Harbuntalib, Soebagiyo, Sutrisno, Kunto Sudarsono, dan beberapa orang yang lain ( Wardoyo, 26-10-1981; Mandani, 16-10-1981; Sutrisno 23-01-1982)

Ketika berita bahwa proklamasi kemerdekaan yang terjadi di pusat sampai di telinga masyarakat Boyolali, pada awalnya masyarakat Boyolali yang lain tidak percaya. Tetapi setelah ada banyak kabar melalui siaran radio dan orang-orang maka mereka pun percaya bahwa itu bukan berita bohong. Masyarakat langsung menyambut dengan gembira, mereka berlari-lari dan meneriakkan kata “MERDEKA!!” pada setiap orang yang ditemuinya. Mereka langsung berusaha merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan Jepang. Karena keterbatasan sarana dan jauhnya jarak antara Boyolali  dengan Jakarta, maka kemungkinan tidak ada masyarakat Boyolali yang merayakan langsung di Pusat.

D. Kesimpulan
Dari Pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan terjadi, para pemuda langsung berusaha untuk menyebar luaskan berita tersebut keseluruh pelosok negeri bahkan dunia. Walaupun terbatasnya sarana, mereka tetap dengan penuh semangat memberitakan peristiwa penting ini. Baik melalui Radio, dari mulut ke mulut, pamflet, poster, pidato-pidato bahkan coretan-coretan sekalipun.
Baik di tingkat pusat maupun di daerah, masyarakat menyambut proklamasi dengan suka cita karena hal ini menandakan bahwa Indonesia telah terbebas dari belenggu penjajahan oleh bangsa lain sekaligus bukti bahwa Indonesia meraih Kemerdekaan atas usaha sendiri bukan pemberian oleh Jepang. Dan sudah sebaiknya pula kita sebagai generasi penerus bangsa tetap mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih dengan cara-cara yang bisa membuat bangsa kita tetap utuh dan disegani di seluruh dunia.
E. Sumber
Buku “SEJARAH INDONESIA” untuk SMA/MA/SMK/MK Kelas XI semester 2 oleh KEMDIKBUD RI tahun 2014
Google Images
Wikipedia Bahasa Indonesia

SEMOGA BERMANFAAT
Anggota Kelompok :
1.    Angga Budhi Kurniawan                   (05)
2.    Bima Aji Kurniawan                            (08)
3.    Pertiwi Oktavia Setyaningtyas          (22)